Rabu, 02 Mei 2018

Undang-undang yang Terkait Dengan Ekonomi

di Mei 02, 2018 0 komentar

Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

di Mei 02, 2018 0 komentar

Pengertian Sengketa
Dalam bahasa Indonesia sengketa  berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Berikut ini pengertian sengketa menurut beberapa ahli:
1.Windiarti
“Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.”
2. Ali Achmad
“Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.”

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.

Urgensi Alternatif Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang disebut dengan pengadilan. Sudah sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun badan-badan pengadilan ini telah berkiprah. Akan tetapi, lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para justitiabelen (pencari keadilan), khususnya jika pencari keadilan tersebut adalah pelaku bisnis, dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis ekonomi. Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa, diantaranya adalah lewat badan arbitrase.
Semula memang badan-badan penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan ini mendapat reaksi dari berbagai pihak dengan tuduhan sebagai peradilan sempalan. Namun kemudian, sejarah juga membuktikan bahwa memang ada kebutuhan yang nyata terhadap alternatif penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan, sehingga dewasa ini badan-badan alternatif penyelesaian sengketa sudah diterima secara oleh hukum dimanapun. Arbitrase penyelesaian sengketa, khususnya sengketa ekonomi, yang sangat populer adalah penyelesaian sengketa lewat lembaga arbitrase (nasional maupun internasional).
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta di luar pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa (arbriter) tersebut dipilih oleh para pihak yang bersangkutan, yang terdiri dariorang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, orangorang mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadapa sengketa tersebut.
Orang yang bertindak untuk menjadi penyelesai sengketa dalam arbitrase disebut dengan arbriter. Arbiter ini, baik tunggal maupun majelis yang jika mejelis terdiri dari 3 (tiga) orang. Di Indonesia syarat-syarat untuk menjadi arbiter adalah sebagi berikut:
·         Cakap dalam melakukan tindakan hukum.
·         Berumur minimal 35 tahun.
·         Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semnda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.
·         Tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atar putusan arbitrase.
·         Mempunyai pengalaman atau menguasai secara aktif dalam bidangnya paling sedikit 15 tahun.
·         Hakim, jaksa, panitera dan pejabat lainnya tidak boleh menjadi arbriter.

Cara-cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa ekonomi bertujuan untuk menghentikan pertikaian dan menghindari kekerasan dan akkibat-akibat yang mungkin akan terjadi akibat dari persengketaan tersebut.
Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.

2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.

3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.

Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:

  • ·         Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
  • ·          Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.

Tujuan memperkarakan suatu sengketa:

  • ·         Untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan
  • ·         Pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)

Sistem Alternatif yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).

b). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
·         Setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation)
·         Sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).

c). Sistem Concilition
Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
·         Pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai
·         Setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
·         Sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis
·         Hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict)
·         Hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan
·         Dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.

d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong.
Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
·         Orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
·         Dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
·         Dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional.
            Proses penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
·         Para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication
·         Berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional
·         Dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party)
·         Sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.

e). Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
 Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
·         Sederhana dan cepat (informal dan quick)
·         Prinsip konfidensial
·         Diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.

Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive).
Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari:
(a) Biaya administrasi
(b) Honor arbitrator.
(c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator
 (d) Biaya saksi dan ahli.
Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.

2. Masalah sederhana dan cepat.
Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang. Kelebihan tersebut antara lain:
·         Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
·         Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif
·         Para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil
·         Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase
·         Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.


Contoh Human Resource Planning yang dilakukan oleh suatu perusahaan

Contoh Kasus Human Resurce Planning ( Perencanaan Sumber Daya Manusia) Perencanaan sumber daya manusia  adalah proses  analisis  dan  ide...

 

Yasinta Azalea Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review