Pengertian
Sengketa
Dalam
bahasa Indonesia sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,
atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Berikut ini pengertian
sengketa menurut beberapa ahli:
1.Windiarti
“Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan,
yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.”
2.
Ali Achmad
“Sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya.”
Dari kedua pendapat
diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa
adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan
suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu
diantara keduanya.
Urgensi
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian
sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang disebut dengan
pengadilan. Sudah sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun badan-badan
pengadilan ini telah berkiprah. Akan tetapi, lama kelamaan badan pengadilan ini
semakin terpasung dalam tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para
justitiabelen (pencari keadilan), khususnya jika pencari keadilan tersebut
adalah pelaku bisnis, dengan sengketa yang menyangkut dengan bisnis ekonomi.
Maka mulailah dipikirkan alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan
sengketa, diantaranya adalah lewat badan arbitrase.
Semula
memang badan-badan penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan ini mendapat
reaksi dari berbagai pihak dengan tuduhan sebagai peradilan sempalan. Namun
kemudian, sejarah juga membuktikan bahwa memang ada kebutuhan yang nyata
terhadap alternatif penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan, sehingga
dewasa ini badan-badan alternatif penyelesaian sengketa sudah diterima secara
oleh hukum dimanapun. Arbitrase penyelesaian sengketa, khususnya sengketa
ekonomi, yang sangat populer adalah penyelesaian sengketa lewat lembaga
arbitrase (nasional maupun internasional).
Arbitrase
adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta di luar
pengadilan umum yang didasarkan pada kontrak arbitase yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa (arbriter)
tersebut dipilih oleh para pihak yang bersangkutan, yang terdiri
dariorang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan,
orangorang mana akan memeriksa dan memberi putusan terhadapa sengketa tersebut.
Orang
yang bertindak untuk menjadi penyelesai sengketa dalam arbitrase disebut dengan
arbriter. Arbiter ini, baik tunggal maupun majelis yang jika mejelis terdiri
dari 3 (tiga) orang. Di Indonesia syarat-syarat untuk menjadi arbiter adalah
sebagi berikut:
·
Cakap dalam melakukan tindakan hukum.
·
Berumur minimal 35 tahun.
·
Tidak mempunyai hubungan sedarah atau
semnda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa.
·
Tidak mempunyai kepentingan finansial
atau kepentingan lain atar putusan arbitrase.
·
Mempunyai pengalaman atau menguasai
secara aktif dalam bidangnya paling sedikit 15 tahun.
·
Hakim, jaksa, panitera dan pejabat
lainnya tidak boleh menjadi arbriter.
Cara-cara
Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian
sengketa ekonomi bertujuan untuk menghentikan pertikaian dan menghindari
kekerasan dan akkibat-akibat yang mungkin akan terjadi akibat dari
persengketaan tersebut.
Menurut
pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara
sebagai berikut:
1.
Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk
menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2.
Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari
fakta.
3.
Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak
dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara
perdata melalui sistem peradilan:
- ·
Memberi kesempatan yang tidak adil
(unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau
orang kaya.
- ·
Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi
rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Tujuan memperkarakan
suatu sengketa:
- ·
Untuk menyelesaikan masalah yang konkret
dan memuaskan
- ·
Pemecahannya harus cepat (quickly),
wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Sistem
Alternatif yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi
berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator).
Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator
(penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif
penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional
melalui litigation (berperkara di pengadilan). Pada mediasi, para pihak yang
bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu
dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga
yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan
keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak
diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak.
Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak
cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu,
para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu
pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh
jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi
jalan buntu (there is no the way).
b).
Sistem Minitrial
Sistem
yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di
Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama
di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling
mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
·
Setelah itu baru mereka mengadakan
perundingan (negotiation)
·
Sekiranya dari masalah yang diajukan
masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu
resolusi (resolution).
c). Sistem
Concilition
Konsolidasi
(conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk
ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena
itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix
arbitration, yang berarti:
·
Pada tahap pertama proses pemeriksaan
perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai
·
Setelah gagal mendamaikan, baru terbuka
kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan
menjatuhkan putusan.
Biasanya
lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase,
arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak
sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional
yang bersangkutan:
·
Sengketa yang diselesaikan oleh lembaga
konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis
·
Hasil penyelesaian yang diambil
berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict)
·
Hasil penyelesaian yang berbentuk
resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan
·
Dengan demikian, walaupun resolusi
memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu
pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan.
Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke
pengadilan.
d). Sistem
Adjudication
Sistem
Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang
baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika
dan Hongkong.
Secara
harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya.
Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan
putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
·
Orang yang diminta bertindak dalam
adjudication disebut adjudicator
·
Dia berperan dan berfungsi seolah-olah
sebagai HAIM (act as judge),
·
Dia diberi hak mengambil putusan (give
decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang
diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan
kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena
untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional.
Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan
seorang insinyur profesional.
Proses
penyelesaian sengketa meleui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul
sengketa:
·
Para pihak membuat kesepakatan penyelesaian
melaui adjudication
·
Berdasar persetujuan ini, mereka
menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional
·
Dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak
diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan
(decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party)
·
Sebelum mengambil keputusan, adjudicator
dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun
secara bersama-sama.
e). Sistem Arbitrase
Mengenai
arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada
tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai
salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam
adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang
arbitrase.
Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam
Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV
dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya
sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang
lain tadi, seperti:
·
Sederhana dan cepat (informal dan quick)
·
Prinsip konfidensial
·
Diselesaikan oleh pihak ketiga netral
yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Perbedaan yang dianggap
fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive).
Biaya
yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya
litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus
dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus
dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase
terdiri dari:
(a)
Biaya administrasi
(b)
Honor arbitrator.
(c)
Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator
(d) Biaya saksi dan ahli.
Komponen
biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada
biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh
dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat.
Memang
benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah
informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal
dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi
banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari,
Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang
bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai
penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan
(governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang. Kelebihan
tersebut antara lain:
·
Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
·
Dapat dihindari kelambatan yang
diakibatkan karena prosedural dan administratif
·
Para pihak dapat memilih arbiter yang
menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang
yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil
·
Para pihak dapat menentukan pilihan
hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan
arbitrase
·
Putusan arbitrase merupakan putusan yang
mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja
ataupun langsung dapat dilaksanakan.